Konversi Energi (Fermentasi Etanol)

    

 


Laporan Praktikum Konversi Energi

(Fermentasi Etanol)

 

Praktikum 1. Studi Kasus: Eksperimen Fermentasi 1

Tujuan

Praktikum bertujuan memahami proses fermentasi dan organisme yang berperan, serta menghitung jumlah dan laju pembentukan alkohol/etanol dengan menggunakan substrat gula, jus nenas, dan tepung tapioka.

 

Hasil dan Pembahasan

Percobaan : Gula





 







 

            Hasil dari ketiga percobaan ini menandakan bahwa larutan gula, larutan jus nenas, dan larutan tepung tapioka mengalami proses fermentasi. Proses fermentasi yang terjadi pada percobaan ini adalah fermentasi alkohol. Fermentasi alkohol adalah proses  kimia  dimana  ragi  mengubah  gula (glukosa   dan   fruktosa)   menjadi alkohol (Nurhwahyu 2009). Sesuai dengan definisi tersebut pada percobaan ini menggunakan mikroorganisme ragi (Saccharomyces  cerevisiae) untuk membantu jalannya proses fermentasi alkohol. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Misalnya untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula dipergunakan Saccharomyces cerevisiae (Said 1987). Oleh karena itu Saccharomyces cereviceae merupakan mikroorganisme yang penting pada fermentasi yang utama dan akhir, karena mampu memproduksi alkohol dalam konsentrat tinggi dan fermentasi spontan. Untuk memaksimalkan produksi alkohol, maka proses peragian  harus dijauhkan dari kontak gas oksigen atau dalam kondisi anaerob.

            Kondisi anerob pada proses fermentasi ini dapat memaksimalkan produksi alkohol, serta ragi yang berkembang dalam waktu bersamaan akan menghasilkan karbon dioksida. Berdasarkan pengolahan data percobaan terlihat bahwa substrat gula, jus nenas, dan tepung tapioka mengalami peningkatan jumlah molekul karbon dioksida (C  seiring dengan bertambahnya waktu percobaan. Jumlah molekul karbon dioksida yang dihasilkan merupakan tanda bahwa proses fermentasi alkohol sedang terjadi. Sebab proses fermentasi terjadi ketika ragi mengubah gula (glukosa   dan   fruktosa) menjadi alkohol dan dengan waktu yang bersamaan akan menghasilkan juga gas karbon dioksida. Pada data yang telah diolah dapat diketahui juga bahwa besar jumlah molekul alkohol yang dihasilkan mengikuti banyaknya jumlah molekul karbon dioksida, maka perbandingan jumlah kedua molekul ini berbanding lurus.

            Pada grafik terlihat adanya fase tumbuh cepat yang diartikan sebagai peningkatan jumlah molekul karbon dioksida pada proses fermentasi seiring dengan waktu berjalan. Di dalam fase ini terjadi pemecahan gula secara besar-besaran guna memenuhi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Namun pada grafik terlihat jumlah molekul C yang dihasilkan di menit akhir sangat sedikit sekali bahkan ada juga yang tidak lagi mengalami peningkatan. Hal tersebut dianamakan juga sebagai fase stasioner yang digambarkan dengan garis kurva mendatar yang menunjukkan Saccharomyces cerevisiae yang hidup sebanding dengan jumlah yang mati. Penyebab dari kematian tersebut karena gula yang ada pada substrat telah habis sehingga Saccharomyces cerevisiae tidak mendapatkan nutrisi untuk pertumbuhan (Azizah 2012).

 

Praktikum 2. Penelusuran literatur (dilakukan dalam praktikum)

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengamati proses konversi energi melalui reaksi fermentasi dan mengetahui pengaruh substrat gula dan suhu terhadap reaksi fermentasi.

 

Hasil dan Pembahasan

            Ketebalan busa yang dihasilkan oleh ragi merupakan parameter yang menunjukan terjadinya proses fermentasi pada setiap gelas tersebut. Menurut Tjokrodikoesoemo (1986) menyatakan bahwa akibat pengaruh suhu terhadap proses fermentasi ada dua hal, yaitu secara langsung memperngaruhi aktivitas mikroorganisme dan secara tidak langsung mempengaruhi hasil alkohol. Pada eksperimen ini lebih terfokus mengamati pertumbuhan ragi dalam mencerna gula. Terdapat empat gelas yang di dalamnya terdapat jumlah air dan ragi yang sama, tetapi terdapat yang berbeda pada suhu air dan kadar oksigen. Pada gelas pertama yang diberi air dingin setelah 10 menit menghasilkan lapisan busa yang sangat tipis dalam waktu pengamatan selama sepuluh menit. Hal tersebut menandakan bahwa suhu air yang dingin menghambat proses pertumbuhan ragi. Pada gelas kedua yang diberi air panas setelah 10 menit tidak menunjukkan menunjukan adanya pertumbuhan pada ragi. Sebab suhu yang terlalu tinggi menyebabkan mikroba Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung (Moede et al. 2017). Pada gelas ketiga diberikan air bersuhu tubuh (36.5°C-37.5°C) setelah 10 menit menghasilkan ketebalan sekitar 6 sentimeter. Ketebalan busa yang dihasilkan menandakan bahwa dengan suhu tubuh ragi dapat mengalami pertumbuhan yang optimal. Pada gelas keempat diberikan air yang bersuhu sama dengan gelas ketiga, tetapi perbedaannya gelas keempat ditutup dengan bungkus plastik untuk membatasi kadar oksigen di dalamnya. Setelah dibiarkan selama 10 menit ternyata ketebalan busa yang dihasilkan sebesar 5 sentimeter dan penutup bungkus plastik terlihat mengembang. Dari pengamatan pada gelas keempat diketahui bahwa proses pertumbuhan ragi menghasilkan gas karbon dioksida yang merupakan limbah dari ragi yang mencerna gula. Gelas keempat mempunyai ketebalan busa yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan gelas ketiga. Hal ini menandakan kadar oksigen mempengaruhi laju pertumbuhan ragi.

            Menurut Frazier dan Westhoff (1978) prose fermentasi dapat dibedakan atas dua tingkatan. Peragian tingkat pertama berlangsung dalam keadaan aerob (adanya O2) yang terlarut dan di permukaan, berfungsi memperbanyak ragi (khamir) yang dapat ditandai timbulnya gas karbon dioksida. Pada proses fermentasi tingkat pertama tidak ada atau sedikit sekali etanol yang dihasilkan. Pada tingkat kedua fermentasi berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir dan enzim yang dihasilkan sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung fermentasi, sampai sebagian atau seluruh gula dirubah menjadi etanol. Penambahan gula yang semakin banyak akan semakin meningkatkan kadar alkohol dan meningkatkan ketebalan busa pada gelas sebab ragi akan terus mengalami pertumbuhan dengan merombak gula tersebut menjadi alkohol (Abdillah et al. 2014).

 

Simpulan

            Proses fermentasi alkohol diawali dengan glikolisis, kemudian reduksi asam piruvat, dan terakhir reduksi asetaldehid. Laju fermentasi alkohol dipengaruhi oleh suhu, kadar oksigen, dan juga jumlah gula yang terlarut dalam larutan. Jumlah molekul pembentukan alkohol dapat diketahui dengan menghitung persamaan gas idealnya. Berdasarkan pengamatan, laju pembentukan alkohol dengan menggunakan substrat gula, jus nenas, dan tepung tapioka terlihat terus meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Namun laju pembentukan alkohol akan perlahan menurun ketika gula yang ada pada substrat telah habis.

 

Daftar Pustaka

Abdillah J, Widyawati N, Supriharti. 2014. Pengaruh dosis ragi dan penambahan gula terhadap kualitas         gizi organoleptik tape biji gandum. Jurnal AGRIC. [diakses 2021 Sep 28]; 26(1 dan 2): 75-84.             https://ejournal.uksw.edu/agric/article/download/206/190.

Azizah N, Al-Baari NA, Mulyani S. 2012. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol, Ph, dan             produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari   whey dengan substitusi kulit nanas. Jurnal     Aplikasi Teknologi Pangan. [diakses 2021 Sep 28]; 1(2):72-77.       http://journal.ift.or.id/files/N.%20Azizah13-7277.pdf.

Frazier WC, Westhoff DC. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book Company: New York.

Moede HF, Gonggo TS, Ratman. 2017. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap kadar bioetanol dari         pati ubi jalan kuning (Ipomea bata L). Jurnal Akademika Kimia. [diakses 2021 Sep 28]; 6(2):86-        91. https://media.neliti.com/media/publications/224067-pengaruh-lama-waktu-fermentasi-        terhadap.pdf.

Nurwahyu Budi. 2009. Model matematika fermentasi alkohol dari buah anggur. Jurnal Matematika,     Statistika, dan Komputasi. [diakses 2021 Sep 28]; 6(1):50-58.     https://journal.unhas.ac.id/index.php/jmsk/article/view/4093/2351. 

Said, G. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. 1st ed. Mediatama Sarana Perkasa: Jakarta.

Tjokroadikoesmo S. 1986. WFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya.   PT. Gramedia: Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEL DARAH MERAH DAN PUTIH PADA BERBAGAI TAKSA HEWAN - KONSEP DIAGNOSTIK DINI KELAINAN GENETIK DARI SAMPEL DARAH DEMO PEMBUATAN PREPARAT ULAS DARAH, MENGIDENTIFIKASI PERBEDAAN & PERSAMAAN SEL DARAH MERAH DAN PUTIH PADA HEWAN VERTEBRATA, DAN UJI KELAINAN GENETIK PADA MANUSIA – PENAPISAN DAN PENGUJIAN PRENATAL

BIOMIMIKRI : INOVASI YANG TERINSPIRASI OLEH ALAM

PEWARISAN SIFAT PADA TANAMAN