KEANEKARAGAMAN ORGANISME MIKROSKOPIS
KEANEKARAGAMAN
ORGANISME MIKROSKOPIS
Tujuan
Praktikum
ini bertujuan dalam mempelajari organisme yang berukuran mikroskopis seperti
bakteri, protista, dan cendawan. Pengamatan ini menggunakan bantuan alat
pembesar, yaitu mikroskop cahaya.
Gambar
1. Struktur Eschericia coli Gambar
2. Staphyloccus aureus
Sumber: pustaka.unpad.ac.id Sumber: Wistreich Collection
Gambar
3. Paramecium
Sumber:
rsscience.com
Pembahasan
Hasil
pengamatan pada Escherichia coli dan Staphylococcus aureus:
Escherichia coli mempunyai bentuk
fisik batang panjang (Karlina et al. 2013).
Bentuk dari batangnya, biasanya berukuran 0,5 x 1 - 3 µ. Sel E. coli juga
mempunyai alat gerak yang bernama flagella peritrik, yang mengelilingi
badannya. Kemudian ada pula Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram
positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm (Kusuma, 2009). Staphylococcus
aureus tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti pola dari
buah anggur.
Pewarnaan dalam setiap pengamatan morfologi bakteri sangatlah diperlukan, karena selain dari ukurannya yang kecil juga karena strukturnya yang transparan sehingga jika tanpa pewarnaan maka pengamatan sel bakteri akan sulit dilakukan (Putri et al. 2017). Persamaan dari pewarnaan sederhana dan pewarnaan gram yaitu keduanya sama-sama memudahkan ketika mengamati bakteri dengan mikroskop cahaya. Pengamatan menggunakan pewarnaan sederhana hanya untuk menggambarkan bentuk dari morfologinya. Sedangkan pada pengamatan pewarnaan gram dapat membagi bakteri kedalam kelompok gram positif dan gram negatif, selain itu juga dapat menggambarkan struktur bakteri (Nurhidayati et al. 2015). Struktur dan komposisi dari dinding sel akan menentukan hasil dari pewarnaan gram. Pada bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang tersusun oleh sebagian besar Peptidoglikan, yang mampu mengikat zat warna dan tidak rusak saat dicuci dengan alkohol sehingga bakteri Gram positif dapat mempertahankan zat warna utama dalam pewarnaan Gram (ungu atau kebiruan). Sedangkan pada bakteri Gram negatif komposisi dinding sel yang sebagian besar tersusun dari lapisan lipid, namun karena lipid mudah rusak ketika dicuci dengan alkohol menyebabkan bakteri Gram negatif memberikan kenampakan zat warna kedua yaitu warna merah.
Untuk mengamati keberadaan kapsul pada bakteri para peneliti biasa menggunakan teknik pengecatan negatif kapsul (Sudjarwo et al. 2017). Uji motilitas bakteri dapat dilakukan dengan cara satu ose jarum bakteri ditanam secara tegak lurus di tengah Medium SIM (Sulfit Indol Motility) dengan cara ditusukkan, diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam. Bila pertumbuhan koloni menyebar dan timbul kekeruhan seperti kabut menandakan bakteri bergerak (Damayanti et al. 2018). Umumnya pembesaran minimum untuk mengamati bakteri pada mikroskop menggunakan pembesaran Mag. 100X. Pada mikroskop dengan perbesaran 10x100 terdapat tulisan oil pada bagian lensa objektif dimana maksud tulisan tersebut harus ditetesi minyak imersi. Setelah menggunakan minyak imersi untuk pengamatan lensa objektif harus segera dibersihkan agar minyak imersi tidak mengeras pada bagian lensa objektif dan menyebabkan sulit fokus ketika digunakan kembali.
Paramecium sp. memperoleh nutrisi dengan cara menggetarkan silianya, sehingga terjadi aliran air keluar dan masuk ke dalam mulut sekaligus menangkap bakteri bahan organik atau hewan uniseluler lainnya (Wirasari, 2019). Vakuola kontraktil mempunyai fungsi sebagai pengatur tekanan osmosis di dalam tubuh Paramecium dengan cara membuang kelebihan air dari protoplasma. Di dalam Paramecium juga terdapat makronukleus yang berperan dalam mengendalikan kegiatan metabolisme sel dan juga berperan dalam reproduksi aseksual (pembelahan biner). Di awal sudah dijelaskan bahwa Paramecium memperoleh makanan dengan cara menangkap makanan bahan organi, namun berbeda dengan Euglena yang mempunyai kloroplas dalam tubuhnya sehingga Euglena dapat menghasilkan makanannya sendiri (autotrof) dengan cara melakukan fotosintesis.
Pada Rhizopus terdapat
dua cara untuk melakukan reproduksi, yaitu dengan cara seksual dan aseksual
(Azzahra, 2017). Dalam reproduksi aseksual Rhizopus menggunakan sporangium
untuk menghasilkan spora, sedangkan pada reproduksi seksual Rhizopus
menggunakan alat reproduksi berupa zigospora. Spora pada reproduksi aseksual
bersifat haploid (n), sedangkan pada reproduksi seksual zigospora bersifat
diploid (2n). Rhizopus dan Pilobolus merupakan anggota dari jenis jamur
Zygomycota yang mendapatkan nutrisi makanannya dengan menyerap bahan organik
yang masih menjadi bagian inang yang hidup. Pada Pilobolus terdapat spora yang
disebut dengan sporangiospora. Di bagian pucuk tangkai dari Pilobolus terdapat
sporangium yang dapat menembak. Pilobolus akan menembakkan topinya ke arah
datangnya cahaya. Ketika Pilobolus matang maka tekanan yang berada di tangkai/sporangiofor
menyebar sampai ke pucuk tangkai hingga menyebabkan pucuk tangkai meledak
bersamaan dengan terlemparnya sporangium. Cendawan yang tumbuh pada kotoran
hewan dikenal dengan istilah psilosibin. Pilobolus mempunyai sporangium yang
dilapisi kristal kalsium oksalat dan membentuk sebuah vesikel menggelembung,
vesikel ini akan pecah ketika sudah matang untuk menembakkan sporangiumnya. Pilobolus
tersusun dari miselium dengan hifa yang tidak bersekat (senositik) dan reproduksi
seksualnya menghasilkan zygospora. Kemudian Rhizopus salah satu jamur jenis
Zygomycota yang tidak memiliki tubuh buah, Rhizopus juga tersusun dari miselium
dengan hifa berbentuk filamen dan bercabang yang tidak bersekat (senositik),
dan menghasilkan zygospora sebagai hasil dari reproduksi seksualnya.
Simpulan
Hasil
dari pengamatan ini menunjukan keanekaragaman organisme mikroskopis yang
terbagi dalam tiga kelompok, yaitu bakteri, protista, dan cendawan.
Masing-masing dari kelompok organisme tersebut mempunyai ciri khas morfologinya
tersendiri. Oleh karena ukurannya yang mikroskopis menyebabkan dalam pengamatan
diperlukan bantuan alat mikroskop cahaya. Namun kita juga perlu melakukan
pewarnaan pada bakteri sehingga bentuk morfologinya mudah untuk diamati.
Daftar Pustaka
Karlina Yudha C, Ibrahim M, Trimulyono G. 2013. Aktivitas antibakteri ekstrak herba krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Mahasiswa. 2(1): 88-93.
Nurhidayati S, Faturrahman, Ghazali M. 2015. Deteksi bakteri patogen yang berasosiasi dengan kappaphycus alvarezii (Doty) bergejala penyakit ice-ice. Jurnal Sains Teknologi dan Lingkungan. 1(2): 24-30.
Damayanti
Suci S, Komala O, Effendi Mulyati E. 2018. Identifikasi bakteri dari pupuk organik cair isi rumen sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup. 18(2): 63-71.
Sudjarwo I,
Dewi W, Muthiah H. 2017. Pemanfaatan ekstrak etil asetat buah merah sebagai zat warna primer pada teknik pengecatan negatif kapsul bakteri.
Laporan Penelitian. 29(1): 35-40.
Azzahra A. 2017. Jenis-jenis fungi dan perannya di dunia. Jurnal Teknik Dasar. Vol 1: 21-24.
Kusuma Fitri A.S. 2009. Staphylococcus aureus. Makalah Staphylococcus aureus.
Wirasari A. 2019. Pengembangan Media Kartu Bio Kuartet pada Materi Protista Kelas X MA Madani Alaudin Pao-Pao. (Skripsi program sarjana, UIN Alauddin Makassar).
Putri Hiranya
M, Sukini, Yodong. 2017. Mikrobiologi Keperawatan
Gigi. Jakarta : Mikrobiologi Keperawatan Gigi.
Komentar
Posting Komentar