POTENSI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DAN NILAI PEDULI LINGKUNGAN
POTENSI
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DAN NILAI PEDULI LINGKUNGAN
Latar Belakang
Tumbuhan merupakan salah satu
mahkluk hidup yang terdapat di alam semesta. Selain itu tumbuhan adalah mahkluk hidup
yang memiliki daun, batang,
dan akar sehingga mampu menghasilkan makanan sendiri
dengan menggunakan klorofil untuk menjalani proses fotosintesis. Bahan makanan yang
dihasilkannya tidak hanya dimanfaatkan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk
manusia dan hewan (Hadiyanti 2018). Ekologi tumbuhan mempunyai
peranan penting dalam mengatur lingkungannya agar keseimbangan ekologi tidak
terganggu (Silalahi 2015). Hal tersebut dapat terjadi karena respons dari tumbuhan
yang dapat sebagai penyerap CO2 dan menghasilkan oksigen
dalam proses fotosintesis, menjaga kelembapan dan suhu lingkungan melalui
proses transpirasi, mengawetkan cadangan air tanah melalui proses infiltrasi ,
mencegah dan mengurangi aliran permukaan dan erosi, sebagai sumber bahan
organik yang dapat memperbaiki struktur tanah, dan mengurangi polutan/bahan
pencemarmelalui mekanisme penyerapan oleh tajuk maupun sistem perakaran. Tumbuhan juga mempunyai fungsi secara ekonomi di antaranya adalah menghasilkan bunga, buah, daun, getah,
kayu yang dapat digunakan secara langsung maupun dirubah menjadi produk lain
dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Tumbuhan juga dapat memberikan aspek
keindahan melalui keanekaragaman bentuk dan warna bunga.
Luas wilayah Indonesia ini
hanya sekitar 1,3%
dari luas bumi, namun
mempunyai tingkat keberagaman
kehidupan yang sangat tinggi. Tumbuhan di Indonesia diperkirakan
memiliki 25% dari spesies
tumbuhan berbunga yang ada
di dunia (Kusmana et al. 2015). Keanekaragaman
tumbuhan mencakup kelompok lumut, paku-pakuan, dan tumbuhan berbiji yang
tersebar di berbagai habitat dengan karakter yang berbeda, sehingga membentuk
kemampuan adaptasi yang berbeda. Karakter fisologi dan morfologi tumbuhan
berperan besar dalam mendukung kemampuan adaptasi pada kondisi lingkungan
tertentu. Kemampuan adaptasi tumbuhan merupakan sifat penting untuk menjaga
kelangsungan hidupnya.
Cekaman (stress) lingkungan adalah kondisi lingkungan yang memberikan tekanan pada
tanaman dan mengakibatkan respons tanaman terhadap faktor lingkungan tertentu lebih
rendah dari pada respons optimumnya pada kondisi normal. Cekaman
lingkungan dapat berbentuk sebagai cekaman fisik, di antaranya adalah suhu yang
ektrim dingin atau panas, selain itu dapat juga berbentuk sebagai cekaman
kimiawi misalnya pH yang asam atau basa. Adanya bahan pencemar (polutan) di
udara, tanah, dan air juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
keberlangsungan hidup tumbuhan. Tumbuhan yang dapat beradaptasi akan dapat
melangsungkan hidupnya, sementara tumbuhan yang tidak mampu beradaptasi akan
beresiko mati atau terhambat pertumbuhannya (Kurniawan et al. 2019). Upaya pengendalian pencemaran dapat dilakukan dengan mekanisme fisika,
kimiawi, maupun biologi. Salah satu mekanisme secara biologi yang banyak
dilakuan saat ini adalah dengan fitoremediasi. Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk
menghilangkan polutan dari
tanah atau perairan yang terkontaminasi (Rondonuwu 2014). Fitoremediasi
biasanya dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan bahan pencemar dalam
bentuk bahan organik, logam berat, residu pestisida, dan limbah radioaktif.
Fitoremediasi meliputi beberapa tahapan yaitu fitoekstraksi, fitodegradasi,
rizodegradasi, fitovolatilisasi dan rizofiltrasi.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui perubahan kualitas air akibat
fitoremediasi, mengetahui respons tanaman akibat mekanisme fitoremediasi, serta
mengenali jenis-jenis tanaman yang mampu bertindak sebagai agens fitoremediasi.
Alat Bahan dan Metode
A.
Alat dan Bahan
Alat yang
diperlukan meliputi wadah air sebanyak 2 buah. Kemudian bahan yang digunakan meliputi air
yang diduga mengandung logam berat, limbah industri, atau residu pestisida. Bahan tanaman dapat berupa eceng
gondok (Eichornia crassipes), kiambang (Salvinia natans), kayu apu (Pistia
stratiotes).
B.
Metode
Pertama
siapkan dua buah wadah air yang berukuran sama, diusahakan
dengan minimal volume 5-10 liter. Kemudian siapkan tanaman yang dapat berperan sebagai agens fitoremediasi, seperti
eceng gondok yang saya gunakan.
Setelah itu tempatkan air sebanyak minimal 5-10 liter pada
wadah yang telah disiapkan. Pada wadah pertama isikan air yang diduga telah
tercemar, sedangkan pada wadah ke dua gunakan air biasa, seperti air sumur, air
ledeng, air bersih dari sumber air lainnya. Kemudian amati
tingkat kejernihan/kekeruhan air yang digunakan. Pada setiap wadah, tempatkan dua tanaman
hidup yang memiliki ukuran sama
atau serupa. Perhatikan daun dan perakaran yang digunakan,
pilih tanaman yang sehat. Selanjutnya
catat jumlah daun pada masing-masing tanaman. Wadah
ditempatkan pada tempat yang terlindungi, tidak di tempat terbuka untuk
menghindari masuknya sumber air lain, misalnya air hujan. Diusahakan tanaman
tidak terpapar matahari secara langsung, untuk menghindari evapotranspirasi
yang berlebihan. Pengamatan dilakukan selama dua minggu. Pada akhir pengamatan,
catat jumlah daun yang ada, amati jika ada kematian atau kerusakan daun. Amati
tingkat kejernihan/kekeruhan airnya. Terakhir buatlah dokumentasi yang baik dari awal
hingga akhir percobaan, untuk melengkapi laporan praktikum.
Hasil Pengamatan
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan selama dua minggu terhadap eceng gondok, terdapat perubahan tingkat
kejernihan air pada ember yang diisi air tercemar dan air sumur sebagai media
fitoremediasi. Pada hari pertama di ember yang diisi air tercemar terlihat
bahwa air tersebut keruh karena terdapat sisa-sisa makanan yang ada dalam
piring kotor. Kemudian di hari ketiga air tercemar tersebut menjadi semakin
keruh dan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat dari pembusukkan sampah
organik (makanan). Perubahan kembali terjadi pada hari ketujuh dimana air yang
tercemar membentuk lapisan di permukaan air tetapi bau yang ditimbulkan sudah
hilang. Lapisan tersebut merupakan hasil dari endapan sampah organik yang
terdapat pada ember. Tingkat kekeruhan di hari ketujuh berkurang jika
dibandingkan pada hari ketiga. Di hari kesepuluh dan keempat belas, kotoran
yang asalnya tercampur rata dengan air menjadi terpisah dan mengendap di
permukaan air. Kotoran tersebut mengendap dan warnanya berubah menjadi hitam.
Kondisi air yang sebelumnya keruh bercampur dengan sampah organik berubah
menjadi lebih jernih ketika di hari keempat belas. Pada wadah yang diisi air
sumur tidak terlihat perubahan tingkat kejernihan air sebab sejak awal
pengamatan air yang digunakan sudah jernih.
Parameter kimia kualitas air dapat
ditentukan melalui pH air, kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand),
kadar minyak dan lemak. Parameter fisikanya sendiri dapat diamati melalui
TSS (Total Suspended Solid) (Nilasari
et al. 2018, Nadhifah et al. 2019). pH menentukan kadar asam/basa
dalam air dan dapat digunakan sebagai nilai kontrol air limbah sebelum
melalui proses fitoremediasi. Kadar BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang digunakan oleh
organisme pengurai untuk memecah bahan organik dalam jumlah tertentu (Cunningham
et al. 2010). Kadar TSS (Total Suspended Solid) adalah banyaknya jumlah padatan tidak
terlarut yang
ada di dalam air, padatan dapat berupa lumpur, pasir, maupun jasad renik (Agustira
et al. 2013).
Pada pengamatan yang
dilakukan terjadi
pengurangan jumlah daun pada kedua tanaman eceng gondok dan hal ini diduga karena
tanaman berada pada tempat yang memiliki syarat tumbuh pada masing-masing tanaman
tumbuh belum memenuhi syarat tanaman eceng gondok sehingga terjadi respons seperti
pengurangan jumlah daun
(Novita et al. 2019). Menurut Jamil et al. (2016) perubahan kondisi tanaman
menjadi kuning dan layu menunjukkan gejala klorosis dan nekrosis karena tanaman
terpapar toksisitas yang tinggi. Warna kuning dan daun yang layu
menandakan bahwa metabolisme tanaman eceng gondok tidak berlangsung dengan
baik dan penyerapan nutrisi eceng gondok terbatas, lama kelamaan jika nutrisinya
semakin terbatas dan lama kelamaan tanaman eceng gondok akan mati.
Menurut Djo et al. (2017) eceng
gondok tumbuh dengan cepat pada air dan karenanya eceng gondok merupakan agen
fitoremediasi yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Selain itu eceng
gondok juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap logam berat dan memiliki
kemampuan untuk menyerap zat organik, anorganik, dan polutan lain yang berada
di perairan. Eceng gondok juga memiliki kemampuan untuk hidup di lingkungan
yang tercemar sehingga sangat cocok sebagai agen fitoremediasi dibawah kontrol
peneliti (Rai dan Singh 2016). Selain dari kelebihan terdapat juga
kekurangannya, seperti kecepatan pertumbuhan eceng gondok yang pesat berpotensi
menimbulkan ketidakseimbangan proses ekosistem tempatnya tinggal. Eceng gondok
yang tumbuh dengan cepat dapat menutupi permukaan air tempatnya tumbuh (Djo et al. 2017). Kiambang merupakan tumbuhan
air yang mampu beradaptasi di berbagai habitat mulai dari sawah, sungai, danau
payau, bahkan saluran dangenangan air sekalipun. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan atas perlakuan kiambang pada air tahu menunjukkan bahwa air tahu yang
diberi perlakuan fitoremediasi 8 hari menunjukkan perubahan warna dari kuning
keruh menjadi kuning jernih dengan bau yang tidak setajam hari-hari awal
perlakuan. Hal ini mengindikasikan kemampuan menyerap limbah dan polutan oleh
kiambang sudah cukup baik (Komala 2015). Kiambang sama seperti eceng gondok
memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat. Jika penelitian atau perlakuan
fitoremediasi di suatu daerah dilakukan dengan kiambang dan tanpa memiliki
control atas perlakuan maka dikhawatirkan Kiambang mampu menutup permukaan perairan
dan justru membuat ekosistem yang berada di perairan tersebut dapat terganggu
(Viobeth et al. 2013). Kayu apu mampu
mengolah limbah baik polutan berupa logam berat, zat organik, maupun zat non
organik (Raisa, Tangahu 2017). Kayu apu juga merupakan tanaman yang mudah
ditemukan di alam karena kayu apu cepat tumbuh dan memiliki tingkat penyerapan
air dan unsur hara yang tinggi, kayu apu juga mampu beradaptasi terhadap iklim
dengan baik (Fachrurozi et al. 2010) kayu
apu juga terbukti mampu mengurangi kadar logam berat merkuri di dalam air (Khasanah
et al. 2018). Menurut Novita et al.
(2019) tanaman kayu apu memang memiliki kelebihan untuk menyerap polutan dengan
cepat, namun akibatnya tanaman kayu apu tidak memiliki masa hidup yang lama
jika dibiarkan hidup di air yang tercemar. Berdasarkan penelitian yang ia
lakukan tanaman kayu apu sudah mati dan pada percobaan yang pengamat lakukan
sendiri pun kayu apu sudah mati di hari ke 7.
Fitoekstraksi adalah
penyerapan logam berat oleh akar tanaman dan mengakumulasikan logam-logam berat
yang sudah diserap ke bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, dan daun.
Pada metode ini, tumbuhan hiperakumulator juga diperlukan untuk meningkatkan
kapasitas penyerapan tumbuhan pada limbah di lingkungan. Sedangkan, fitodegradasi
atau yang biasa disebut enhenced
rhezophere biodegradation adalah penguraian atau metabolisme zat-zat
kontaminan (logam berat) pada limbah dengan memanfaatkan aktivitas mikroba dan
enzim seperti dehagenase dan oksigenasi yang berada di sekitar akar tumbuhan.
Contohnya fungi (jamur), ragi, ataupun bakteri (Nurfitriana 2019).
Contoh tanaman yang
berperan sebagai agens fitoremediasi melalui mekanisme fitovolatilisasi adalah
tanaman lidah mertua (Sansevieria
trifasciata) dan tanaman jengger ayam (Celosia
plumosa). Tanaman lidah mertua dan jengger ayam merupakan tanaman
hiperakumulator yang dapat meremediasi tanah atau air yang tercemar logam berat
Pb. Yusuf et al. (2014) menyimpulkan
bahwa tanaman lidah mertua memiliki kemampuan menyerat konsentrasi Pb sebesar
56,63%. Tanaman jengger ayam memiliki kemampuan menyerap konsentrasi Pb sebesar
74,44%. Penurunan logam berat dapat terjadi karena proses penguraian secara
alami. Mangkoedihardjo dan Samudro (2010) menyebutkan bahwa proses penguraian
yang berlangsung salah satunya melalui mekanisme fitovolatilisasi (Ratnawati, Fatmasari
2018).
Simpulan
Perubahan kualitas air akibat
fitoremediasi menjadi lebih jernih sebab terjadi penyerapan tumbuhan pada
limbah di lingkungan. Mekanisme fitoremediasi menimbulkan respons dari tanaman
eceng gondok, seperti terdapat daun yang menjadi layu dan mati. Hal tersebut
dapat terjadi karena
tanaman terpapar toksisitas yang tinggi pada air yang tercemar. Selain dari eceng gondok
terdapat juga tanaman lainnya yang dapat menjadi agens fitoremediasi, seperti
kiambang (Salvinia molesta) dan kayu
apu (Pistia stratiotes).
Daftar Pustaka
Agustira E, Lubis KS, Jamilah. 2013. Kajian
karakteristik kimia air, fisika air, dan debit
sungai pada Kawasan DAS Padang akibat pembangunan limbah tapioka. Jurnal
Online Agroteknologi. [diakses 2021 Nov 30]; 1(3):617- 618. https://www.neliti.com/id/publications/95191/kajian- karakteristik- kimia- air-fisika-air-dan-debit-sungai-pada-kawasan-das-pada.
Cuninham, William, Mary C. 2010. Principle of Environmental Science. New York (USA): The McGraw-Hill Companies.
Djo YHW, Suastuti DA, Suprihatin IE, Sulihiningtyas
WD. 2017. Fitoremediasi limbah cair UPT
laboratorium analitik Universitas Udayana menggunakan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) ditinjau dari penurunan
nilai COD dan kandungan logam berat Cu dan
Cr. Jurnal Media Sains. [diakses 2021 Nov 30]; 1(2): 63- 70. https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/35995.
Fachrurozi M, Utami LB, Suryani D. 2010. Pengaruh
variasi biomassa Pistia stratiotes L. terhadap penurunan
kadar BOD, COD, dan tes limbah cair tahu di
Dusun Klero Sleman Yogyakarta. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (Journal of Public Health). [diakses 2021
Nov 30]; 4(1):1-16. http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/view/1100.
Hadiyanti N, Supriyadi, Pardono. 2018. Keragaman
beberapa tumbuhan ciplukan (Physalis spp.) di lereng gunung kelud,
jawa timur. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 17(2):91-223. doi: 10.14203/beritabiologi.v17i2.3238.
Jamil A, Darundiati YH, Dewanti NAY. 2016. Pengaruh variasi
lama waktu dan kontak dan jumlah tanaman
kayu apu (Pistia stratiotes) terhadap
penurunan kadar cadmium (Cd) limbah
cair batik home industry “X’ di
Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. [diakses 2021 Nov 30]; 4(4):763-770. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/14336.
Khasanah M, Moelyaningrum AD, Pujiati RS. 2018.
Analisis perbedaan tanaman kayu apu (Pistiacstratiotes) sebagai fitoremediasi
merkuri (Hg) pada air. Jurnal Kesehatan Lingkungan. [diakses
2021 Nov 30]; 9(3):105-110. http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/89891? show=full.
Komala R. 2015. Proses fitoremediasi limbah cair tahu
untuk menurunkan COD dan TSS dengan memanfaatkan
kiambang (Salvinia molesta). Jurnal Kinetika. [diakses 2021 Nov 30]; 6(3):31-36. https://jurnal.polsri.ac.id/index.php/kimia/article/view/602/443.
Kurniawan B, Duryat, Riniarti M, Yuwono BS. 2019.
Kemampuan adaptasi tanaman mahoni
(Swietenia macrophylla) terhadap
cameran merkuri pada tailing penambang emas skala kecil. Jurnal Sylva Lestari. [diakses 2021 Nov29];7(3):359-369. https://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JHT/article/download/3247/2621.
Kusmana C, Hikmat C. 2015. Keanekaragaman hayati flora
di indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
5(2):187-198. doi: 10.19081/jpsl.5.2.187.
Nadhifah, Fajarwati P, Sulistyowati E. 2019.
Fitoremediasi dengan Wetland Sistem menggunakan Eceng Gondok (Eichornia crassipes), Genjer (Limnocharis flava),
dan Semanggi (Marsilea crenata) untuk
mengolah air limbah domestik. Jurnal of Biology. [diakses 2021 Nov
30]; 12(1):38-45. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kauniyah/article/view/7792.
Nilasari E, Faizal M, Suheryanto. 2016. Pengolahan air
limbah rumah tangga dengan menggunakan
proses gabungan saringan bertingkat dan bioremediasi
eceng gondok (Eichornia crassipes),
(studi kasus di perumahan Griya
Mitra 2, Palembang). Jurnal Penelitian
Sains. [diakses 2021 Nov 30]; 18(1):8-13. http://ejurnal.mipa.unsri.ac.id/index.php/jps/article/view/34.
Novita E, Hermawan AAG, Wahyuningsih S. 2019.
Komparasi proses fitoremediasi
limbah cair pembuatan tempe menggunakan tiga jenis tanaman air. Jurnal
Agroteknologi. [diakses 2021 Nov 30]; 13(1):16-24. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAGT/article/view/8000.
Nurfitriana, F.
2019. fitoremediasi Air Tercemar Timbal (Pb) menggunakan Tanaman Apu-Apu (Pistia stratiotes) dengan Sistem Kontinyu [skripsi]. Surabaya (ID): Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.
Rai PK, Singh MM. 2016. Eichornia crassipes as a potential phytoremediation agent and an important biosource for Asia
Pasific Region. Article of Environmental Skeptics and Critics.
[diakses 2021 Nov 30]; 5(1):12-19. http://www.iaees.org/publications/journals/environsc/articles/20165(1)/Eic hhornia-crassipes-as-a- potential-phytoremediation-agent.pdf.
Raissa DG, Tangahu BV. 2017. Fitoremediasi air yang
tercemar limbah laundry dengan menggunakan kayu apu (Pistia stratiotes). Jurnal Teknik ITS. [diakses
2021 Nov 30]; 6(2):232-236. https://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/25092.
Ratnawati R, Fatmasari RD. 2018. Fitoremediasi tanah
tercemar logam timbal (Pb) menggunakan
tanaman lidah mertua (Sansevieria
trifasciata) dan jengger ayam (Celosia plumosa). Jurnal Teknik Lingkungan. [diakses 2021 Nov 30]; 3(2):62-69. http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/alard/article/view/333.
Rondonuwu SB. 2014. Fitoremediasi limbah merkuri
menggunakan tanaman dan sistem reaktor. Jurnal Ilmiah Sains. 14(1):52-59. doi: 10.35799/jis.14.1.2014.4951.
Silalahi M. 2015. Kajian ekologi tumbuhan obat di
agrofores desa surung mersada, kabupaten
phakpak bharat, sumatera utara. Jurnal
Biologi. [diakses 2021 Nov
29]; 19(2):89- 94. http://repository.uki.ac.id/611/1/Kajian%20Ekologi%20Tumbuhan%20Obat %20%28Jurnal%20Biologi%2019%29.pdf.
Viobet BR, Sumiyati S, Sutrisno E. 2013. Fitoremediasi
limbah mengandung limbah timbal
(Pb) dan nikel (Ni) menggunakan tanaman kiambang (Salvinia molesta). Jurnal Teknik Lingkungan. [diakses 2021
Nov 30]; 1(2). https://media.neliti.com/media/publications/192242-ID- fitoremediasi-limbah-mengandung-timbal-p.pdf.
Komentar
Posting Komentar